Langsung ke konten utama

MA STORY : OLD MEMORIES PART. 1

assalamuallaikum warrahmatullahi wabarakaatuuh

selamat malam, reader.

udah lumayan lama kayaknya sejak entry terakhir. sebenernya aku kemaren udah pengen, tuh, cerita tentang aktivitas aku akhir-akhir ini dan pengen cerita tentang aku pengen ngejalanin hidup yang lebih berkualitas :D

nah, kali ini aku cuman pengen cerita doang soal memori-memori lama yang sudah aku simpan sejak pertama kali aku bisa mengingat dengan jelas.

entah kenapa emang akhir-akhir ini bawaannya pengen nostalgia aja; masa-masa kecil, pernah jadi orang ambis, sampe bahagianya masa-masa awal kuliah.

pada akhirnya kenapa aku pengen banget menuangkan semuanya disini? karena aku takut lupa. akhir-akhir ini rasanya aku selalu menyerbu otakku dengan ingatan-ingatan baru karena ambisiku untuk bisa paham terhadap satu hal baru, yang pernah sedikit, bahkan belum sama sekali aku sentuh. misalnya akhir-akhir ini aku pengen banget bisa bener-bener hapal sejarah arsitektur, sampe aku pengen nyoba terus untuk bisa, setidaknya, bicara bahasa mandarin.

terlebih, setiap aku bernostalgia, dan ketakutan aku akan melupakan memori itu, di kepalaku selalu muncul film ini : A Moment To Remember. Film korea tahun 2004 kalo ga salah, yang menceritakan seorang istri yang menderita alzheimer, yang berusaha terus untuk bisa mengingat kenangan tentang suaminya, cintanya.
Related image
sumber : https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTVIRHSq09vrzjR6AmR5Ht_HLyueBftLhX8lB-N3GJLBRVnxlOy


nah, mulai saat itu, walaupun aku ga pernah sedikitpun berharap aku akan lupa ingatan, tapi diusiaku yang masih cukup muda dengan keingintahuan yang masih besar dan menggejolak, pastinya aku bakal banyak belajar hal baru, dan ditakutkan bakal melupakan kenangan lama.

gausah banyak bacot, sih, aku bakal nyeritain dengan bentuk narasi, cerita. supaya lebih feel. ceritanya pasti bakal diramaikan dengan tokoh lain seperti temen-temenku yang namanya bakal aku samarkan. jadi, cukup mereka doang yang peka kalo lain kali baca posting-an ini.


this is my story and I'm so glad to share it to you...

Anak kecil berambut keriting panjang itu duduk di lantai ruang tamu sambil menghitung pecahan uang koin Rp100,-.

seratus, dua ratus, tiga ratus, empat ratus, lima ratus, enam ratus, tujuh ratus, delapan ratus, sembilan ratus, sepuluh ratus, sebelas ratus

dengan lugunya gadis kecil itu menghitung koin demi koin tanpa mengetahui bahwa hitungannya keliru, sampai seorang wanita paruh baya mendekatinya

"sembilan ratus, seribu, seribu seratus..." 

gadis kecil itu menggarukkan kepalanya, sadar akan kekeliruannya, sambil sesekali lagi mencoba menghitung.

gadis kecil itu justru lebih senang membaca. membaca majalah anak, buku resep masakan, sampai buku filosofi yang dibeli sang ayah di Jakarta. gadis kecil itu sudah pandai membaca bahkan sebelum masuk taman kanak-kanak. kata-kata pertama yang bisa dibacanya adalah 'SUSU TELUR MADU JAHE' di Taman Selecta, di Batu, pada tahun 2001 saat awal kunjungannya ke pulau Jawa. gadis kecil itu sungguh ceria. temannya di taman kanak-kanak sangat banyak. tidak hanya di taman kanak-kanak, bahkan di komplek tempat dimana ia tinggal.

gadis suka memberantakkan sesuatu tanpa bisa membereskan kembali, bahkan hingga sekarang dirinya sudah beranjak dewasa. gadis itu suka keramaian. gadis itu tidak suka sepi. itu mengapa ia lebih senang saat sudah berkumpul dengan keluarga besar ibunya yg ada di kota yang sama, berkumpul dengan kakak-kakak sepupunya, satu sepupunya yg seumuran, dan satu adik sepupu yg tidak sebegitu jauh jarak usianya.

gadis kecil itu sedikit ceroboh. ia pernah dengan tidak sengaja menjatuhkan selembar uang seribu rupiah yang digulungnya ke kolam ikan di depan rumahnya. berlari teriak ke dalam rumah, mencari sang mama untuk membantunya mengambil uang seribu rupiah itu dari dalam kolam itu. tapi uang itu sudah hilang. keesokan harinya, satu ekor ikan ditemukan mati. ketika dibelah, ikan itu telah menelan uang seribu yang sudah terjatuh ke dalam kolam. sungguh kejadian yang sangat menggelikan.

gadis kecil itu pandai bernyanyi. sang mama yang mengajari. diingatannya, lagu berkibarlah benderaku adalah lagu pertama yang dinyanyikannya di depan mamanya. di depan adik kecilnya yang masih bayi. guru-guru TK-nya juga mengklaim bahwa gadis kecil itu memang benar-benar pandai bernyanyi. buktinya dia dipilih menjadi pemimpin grup menyanyi dari kelasnya untuk menyanyi di acara perpisahan kakak kelasnya. berdiri di tengah, memegang mic sendiri, gadis itu percaya diri.

gadis kecil itu agak nakal. dia pernah membawa beberapa teman TK-nya menyebrang jalan raya. tapi tidak ada dalam memorinya apa reaksi sang guru. apakah mereka memang tidak tahu, bahwa satu siswinya sangat nakal.

gadis kecil itu suka donat keju. sepulang sekolah. ketika dijemput mama, dia tidak ingin membeli mainan seperti teman-temannya yang lain. dia ingin donat keju yang dijual oleh bibi penjual donat dengan rantang merah besar yang diletakkan di motornya dan duduk di pagar selasar masjid di TK-nya yang cukup besar.

......




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MA STORY : BRENGSEL - SECUIL SEJARAH PENGINGGALAN KOLONIAL BELANDA DI KOTA SAMPIT

assalamuallaikum warrahmatullahi wabarakaatuuh... selamat pagi, readers sekalian! jumpa lagi di halaman blog ini dengan posting -an baru. setelah posting -an sebelumnya aku nge- review salahsatu film yang baru-baru aja aku tonton, Believer , sekarang aku mau cerita sedikit, nih, tentang salah satu peninggalan sejarah dari zaman kolonial Belanda di kota Sampit. Brengsel. memasuki semester dengan kelas desain berada pada puncaknya, menuntunku untuk lebih serius mendalami isu dari lingkungan yang akan kudesain kedepannya. tidak perlu lama mencari, aku tiba-tiba teringat dengan eks Brengsel yang pernah kudatangi saat matakuliah Sejarah dan Teori Arsitekur. hingga akhirnya, aku memutuskan pulang lagi ke rumah untuk mendapatkan informasi-informasi lebih lanjut mengenai tapak yang kupilih. sejujurnya, aku tidak akan pernah tau kalau ada sisa peninggalan berupa bangunan dari zaman kolonial Belanda di kota Sampit, kalo aja aku tidak masuk kuliah arsitektur di UB. dan, aku yak...

Writing Challenge: A Special Toy Growing Up

Walaupun di beberapa posting -an sebelumnya aku selalu bilang berat menjadi anak pertama di keluarga, tapi aku tetap merasa sangat beruntung berada di dalamnya. Terutama karena almh. Mamah dan juga keluarga dari pihak mamah yang selalu menghujaniku dengan rasa kasih sayang yang luar biasa, bahkan sampai dengan sekarang.   Aku ingat cukup banyak mainan yang kupunya, seperti puzzle , mainan balok KW-annya Lego, Boneka Barbie ,  dan masih banyak lagi. Dari yang dibeli murahan di pedagang mainan asongan, di toko mainan, sampai dengan sebagai oleh-oleh dari luar kota. Masih sangat melekat diingatan waktu itu aku diajak oleh salah satu kaka sepupuku pergi ke town plaza untuk membeli mainan. Usiaku saat itu mungkin masih 4 - 5 tahun. Disitu diajaknya aku memilih mainan sendiri dan pilihan hatiku jatuh pada set mainan peraga masak-masakan. Sampai saat ini aku ingat persis warna panci mainan itu yang berwarna biru tua dilengkapi dengan stiker bergambar makanan berkuah yang banyak wort...

Writing Challenge: Reflect on a Painful Childhood Experience

Aku pernah nyaris menghilangkan nyawaku sendiri... Aku tidak sama sekali ingin menyembunyikan fakta pahit itu. Akan kuberikan sebagai pelajaran bagiku sendiri di kemudian hari. Bahwa menjadi yang pertama adalah bukan segalanya. Kembali lagi pada kenyataan yang sudah kuungkapkan di posting- an sebelumnya, bahwa menjadi anak pertama memang sesulit itu. Banyak tekanan dan banyak tuntutan. Aku yakin semua anak se-Asia merasakan hal yang sama denganku. Dulu, saat aku sangat dituntut untuk selalu mendapatkan peringkat I di sekolah. Aku selalu dituntut untuk belajar yang giat. Sangat wajar sebenarnya. Aku tetap diberi kesempatan untuk main, kok. Tapi, aku diberikan waktu yang ekstra oleh orang tuaku untuk mengenyam ilmu lagi di luar sekolah alias les.   Bahkan saat aku duduk di bangku Taman Kanak - Kanak sudah diberikan bimbingan belajar oleh orang tuaku di tempat tetangga yang kebetulan juga merupakan guru TK (bukan guru TK-ku tapi) selama dua tahun sampai dengan aku duduk di kelas I SD....