Langsung ke konten utama

MA STORY : BRENGSEL - SECUIL SEJARAH PENGINGGALAN KOLONIAL BELANDA DI KOTA SAMPIT

assalamuallaikum warrahmatullahi wabarakaatuuh...

selamat pagi, readers sekalian!

jumpa lagi di halaman blog ini dengan posting-an baru. setelah posting-an sebelumnya aku nge-review salahsatu film yang baru-baru aja aku tonton, Believer, sekarang aku mau cerita sedikit, nih, tentang salah satu peninggalan sejarah dari zaman kolonial Belanda di kota Sampit. Brengsel.

memasuki semester dengan kelas desain berada pada puncaknya, menuntunku untuk lebih serius mendalami isu dari lingkungan yang akan kudesain kedepannya. tidak perlu lama mencari, aku tiba-tiba teringat dengan eks Brengsel yang pernah kudatangi saat matakuliah Sejarah dan Teori Arsitekur. hingga akhirnya, aku memutuskan pulang lagi ke rumah untuk mendapatkan informasi-informasi lebih lanjut mengenai tapak yang kupilih.

sejujurnya, aku tidak akan pernah tau kalau ada sisa peninggalan berupa bangunan dari zaman kolonial Belanda di kota Sampit, kalo aja aku tidak masuk kuliah arsitektur di UB. dan, aku yakin, ada lebih banyak lagi remaja seusiaku, dan juga dibawahku yang tidak mengetahui hal ini, atau memang juga tak ingin cari tahu. padahal, kawasan brengsel tidak sampai 10 meter jaraknya dari taman kota Sampit, hanya saja memang lokasinya sangat-sangat tertutup dan terkesan inaccessable.

dari sekian banyak website dan blog yang aku kunjungi, bisa disimpulkan cukup banyak informasi mengenai Brengsel ini. Brengsel sebenarnya hanya sebutan mudah yang pada akhirnya familiar hingga turun-temurun oleh warga kota Sampit sendiri. aslinya sebenernya, kawasan bekas penggergajian kayu terbesar se-Asia Tenggara ini bernama NV (Naamloze Vennootschap) Bruynzeel Dayak Houtbedrijven. Brengsel sendiri mulai didirikan pada tahun 1947 dan selesai pada tahun 1948. hanya saja, untuk suatu alasan, Brengsel baru bisa beroperasi pada tahun 1949, yangmana ada hubungannya dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag di tahun yang sama.

tidak sama seperti 2 tahun lalu aku (dibantu juga oleh mamahku) berkunjung kesana, sekarang mulai ada papan peringatan di bagian depat site, berupa larangan memasuki kawasan Brengsel tanpa seijin PT Inhutani III, perusahaan yang sekarang memegang kuasa atas tanah tersebut. awalnya kami sempat ragu untuk masuk, mengingat memang untuk kantornya sendiri, PT Inhutani III sedang tidak aktif beroperasi, sehingga sulit ditemukan pegawai yang bekerja di kantor, terlebih karena hari itu memang hari minggu.

masuk ke dalam kawasan, aku dan mamahku disambut oleh aktivitas para pekerja pengolahan pekat (rotan) di dalam gudang kayu tua yang sangat besar menurutku. perkiraan usia bangunan itu mungkin sekitar 30-an tahun. bercermin dengan pengalaman sebelumnya, mamah memilih untuk meminta tolong salahsatu pekerja disana menemani kami menyusuri padang sabat (rerumputan liar yang lebat) dimana bangunan pertama brengsel dibangun dan sisanya yang masih tersisa berada. sambil si bapak bercerita, sebenarnya larangan di depan dibuat karena dikhawatirkan orang-orang yang tidak bertanggungjawab masuk ke dalam kawasan, berbuat sesuatu yang melanggar norma bahkan hingga tindakan pencurian. padahal, mereka sendiri sangat welcome terutama untuk pelajar atau mahasiswa yang ingin melakukan penelitian di lokasi yang masuk dalam katagori kawasan cagar budaya di kabupaten Kotawaringin Timur itu. daripada kunjungan pertama, untuk kunjungan kedua kalinya keadaan disana sedikit kering dan tidak lembab seperti sebelumnya. sehingga, sekarang material asli bangunan lebih terlihat, karena saat sebelumnya, bangunan tertutup lumut dan tanaman liar menjalar yang menutupi fasad bangunan.

jalan setapak yang disusuri menuju bangunan asli brengsel; sumber : pribadi

eksisting bengkel bubut tahun 2017; sumber : pribadi
eksisting bengkel bubut tahun 2019; sumber : pribadi

seperti banyak bangunan khas eropa (belanda), material yang bisa dilihat adalah batu bata dan baja. bajanya yang sudah kelihatan berkarat tapi tetap kokoh. menurut informasi, untuk memperkuat struktur tanahnya (karena bangunan berada di tanah rawa dan berada tidak jauh dari sungai), tanah dilapisi empat material, yaitu di lapisan terbawah ada tanah urug, lalu pasir cor, batu bata, dan lapisan teratas di permukaan adalah semen.

selain bangunan utama yang berada di tengah-tengah tapak ini, ada pula tiga buah tungku pembakaran kayu yang dikirim langsung dari eropa (kalo ngga salah 😂). dari tiga tungku, hanya dua yang bisa dilihat jelas informasi tanggal (mungkin tanggal tungku-nya masuk ke Indonesia, semacam tanggal yang dimasukkin kayak di kode inventaris barang). yang berada di tengah, yang juga punya cerobong paling besar dan tinggi, punya tanggal yang tertera yaitu 7-9-1948, sebagaimana format tanggal di eropa, tanggal tersebut dibaca 7 September 1948. dan, yang satunya lagi, tertera tanggal 24-1-1949 atau 24 Januari 1949.

tungku pembakaran kayu; sumber : pribadi
setelah puas melihat-lihat kawasan tengah, kami akhirnya berjalan keluar dari area tersebut. meninggalkan hawa dingin yang mengucapkan selamat tinggal. aku berharap suatu hari bisa berkunjung lagi kesini. harapnya, saat kawasan ini sudah mudah diakses. saat keluar, masih terlihat beberapa sisa reruntuhan lain, misalnya rumah untuk kipas raksasa penyedot debu, gedung sawmill, kantor baru (sekitar tahun '70-'80-an).

di sela-sela percakapan dengan pekerja yang menemani kami berkeliling, ditemukan fakta bahwa dua bangunan pertama yang menyambut kami masuk ke dalam kawasan Brengsel, dulunya pada zaman kolonial belanda dimanfaatkan sebagai penjara. entah tahanannya berupa pribumi yang dipekerjakan sebagai budak disana, atau tahanan dari kasus-kasus kejahatan yang terjadi di kota Sampit. tidak bisa diketahui secara pasti.

bangunan yang konon katanya merupakan bekas penjara; sumber : pribadi
setelah puas menjelajah di dalam kawasan ini, kami memutuskan untuk pamit. entah kenapa, aku menjadi sangat emosional saat ingin meninggalkan kawasan ini, seakan ia memanggil untuk segera dibangkitkan kembali. aku pribadi memang cukup menyayangkan pemerintah kurang memperhatikan kawasan ini. padahal, dari beberapa sumber yang aku rangkum, sejak tahun 2014, ada rencana untuk kawasan ini dihidupkan kembali. sebenarnya gak bisa selalu menyalahkan pemerintah, selain karena tugas pemerintah juga sangat banyak dan dari konteks yang bermacam-macam sampai dengan kawasan ini sebenarnya secara harafiah dikelola dan dimiliki oleh perusahaan swasta. jadi, sebaiknya memang dari pihak swasta yang melangkah lebih maju demi membangkitkan kawasan ini.

setelah cukup banyak mencari informasi juga, kawasan Brengsel sekarang dikatagorikan sebagai 'Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan' yang tertera dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur, dan juga dapat disimpulkan bahwa masuk dalam kriteria cagar budaya Golongan A. jadi, aku punya pesan penting, nih, untuk siapapun pihak, mau dari perusahaan swasta, pemerintah sediri, bahkan masyarakat awam, khususnya yang sudah mengetahui dan/atau baru saja membaca posting-an ini, DIMOHON UNTUK TIDAK MERUSAK, MELAKUKAN VANDALISME, MERUBAH BENTUK ASLI BANGUNAN BRENGSEL INI, juga kriteria lain yang tertera dalam Klasifikasi Bangunan Cagar Budaya.

Klasifikasi Bangunan Cagar Budaya 

sekian dan terima kasih readers sekalian. semoga informasinya bermanfaat dan semoga kita juga bisa berkontribusi bersama untuk melestarikan peninggalan sejarah dimanapun kita berada. kritik dan saran dengan senang hati diterima, bisa dengan kalian tulis komen di bawah ini, atau DM via instagram www.instagram.com/ismafr_ . kalo kalian ingin mengutip informasi dari blog ini, jangan lupa sertakan asal sumbernya, ya :) belajar mengharga kerja keras orang lain ga seberat yang kamu bayangkan, kok😁

wassalamuallaikum warrahmatullahi wabarakaatuuh...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Writing Challenge: A Special Toy Growing Up

Walaupun di beberapa posting -an sebelumnya aku selalu bilang berat menjadi anak pertama di keluarga, tapi aku tetap merasa sangat beruntung berada di dalamnya. Terutama karena almh. Mamah dan juga keluarga dari pihak mamah yang selalu menghujaniku dengan rasa kasih sayang yang luar biasa, bahkan sampai dengan sekarang.   Aku ingat cukup banyak mainan yang kupunya, seperti puzzle , mainan balok KW-annya Lego, Boneka Barbie ,  dan masih banyak lagi. Dari yang dibeli murahan di pedagang mainan asongan, di toko mainan, sampai dengan sebagai oleh-oleh dari luar kota. Masih sangat melekat diingatan waktu itu aku diajak oleh salah satu kaka sepupuku pergi ke town plaza untuk membeli mainan. Usiaku saat itu mungkin masih 4 - 5 tahun. Disitu diajaknya aku memilih mainan sendiri dan pilihan hatiku jatuh pada set mainan peraga masak-masakan. Sampai saat ini aku ingat persis warna panci mainan itu yang berwarna biru tua dilengkapi dengan stiker bergambar makanan berkuah yang banyak wort...

Writing Challenge: Reflect on a Painful Childhood Experience

Aku pernah nyaris menghilangkan nyawaku sendiri... Aku tidak sama sekali ingin menyembunyikan fakta pahit itu. Akan kuberikan sebagai pelajaran bagiku sendiri di kemudian hari. Bahwa menjadi yang pertama adalah bukan segalanya. Kembali lagi pada kenyataan yang sudah kuungkapkan di posting- an sebelumnya, bahwa menjadi anak pertama memang sesulit itu. Banyak tekanan dan banyak tuntutan. Aku yakin semua anak se-Asia merasakan hal yang sama denganku. Dulu, saat aku sangat dituntut untuk selalu mendapatkan peringkat I di sekolah. Aku selalu dituntut untuk belajar yang giat. Sangat wajar sebenarnya. Aku tetap diberi kesempatan untuk main, kok. Tapi, aku diberikan waktu yang ekstra oleh orang tuaku untuk mengenyam ilmu lagi di luar sekolah alias les.   Bahkan saat aku duduk di bangku Taman Kanak - Kanak sudah diberikan bimbingan belajar oleh orang tuaku di tempat tetangga yang kebetulan juga merupakan guru TK (bukan guru TK-ku tapi) selama dua tahun sampai dengan aku duduk di kelas I SD....

Writing Challenge: A Letter to My Younger Self

Hai, Ima Isma Fawzeya Rosida Nama yang sebenarnya sampai sekarang aku sendiri jujur tidak begitu suka. Kenapa harus memulai nama dengan huruf vokal? Huruf "I" pula! Tapi apalah yang harus disesalkan? Bukan aku juga yang memilih. Pada saat aku menuliskan ini untukmu, usia kita adalah 26 tahun! Wah, bagaimana, ya, kamu mendeskripsikan dan memvisualisasikan perempuan berusia 26 tahun kala itu? Coba nanti kasih tau aku, ya! Hai, gadis kecil berambut ikal Aku selalu suka rambut itu. Mamah juga suka rambut itu. Kita pernah sekali melakukan smoothing rambut dan itu menjadi salah satu penyesalan kita seumur hidup! Oh, iya, saat dewasa, rambut kita hampir selalu pendek. Aku sendiri tidak begitu tahan dengan rambut yang terlalu panjang, tidak seperti kamu yang mungkin menyukainya. Tapi kamu sebenarnya sadar, kan, kalau rambutmu itu susah disisir kalau panjang? But, it suits you the most and now the short one suits me the most. so, we need to respect each other decision, right? Hai, s...