Langsung ke konten utama

MA STORY : HORROR TIME - MATA MERAH PENUNGGU PERPUSTAKAAN

assalamuallaikum warrahmatullahi wabarakaatuuh

selamat hari Jumat untuk warga blogspot. selamat menghadapi weekend💛

hari ini seperti yang aku beberkan sebelumnya, beberapa waktu kedepan aku bakal terus nge-publish tentang pengalaman horor yang pernah aku rasain, baik sendiri maupun cerita dari teman lain.

selamat membaca...

***

Related image

pengalaman ini terjadi saat aku duduk di bangku kelas 8 SMP di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di kota kelahiranku. SMP N 1 Sampit. sekolah ini terletak di pertengahan kota, sehingga aksesnya masih sangat mudah dan banyak dilalui berbagai macam kendaraan dengan frekuensi yang cukup tinggi. tapi, hal itu justru tidak selamanya membuat citra sekolah itu menjadi sekolah yang ramai dengan aktivitas baik di dalam maupun di sekitarnya.

sore itu, kamis, begitulah hari yang aku ingat. hujan turun dengan derasnya. padahal hari itu adalah jadwal ekstrakurikuler (ekskul) Paduan Suara. mengingat aku dinilai sebagai siswa yang cukup aktif di ekskul tersebut, aku memaksa Papaku untuk mengantarkanku ke sekolah dengan keyakinan yang kuat bahwa akan banyak ada siswa lain yang datang ke sekolah sore itu. tapi perkiraanku meleset jauh. dari puluhan siswa beserta satu pelatih dan satu guru pendamping, hanya ada aku dan dua orang temanku yang lain. aku dan dua temanku bersikeras untuk menunggu hujan reda dan berharap ekskul bisa mulai dalam waktu dekat.

sayang, sampai jam 4 lewat, hujan tak kunjung menampakkan dia akan reda dalam waktu dekat, yang ada rintik hujan berjatuhan ke bumi semakin deras beserta angin dan dingin yang seakan menusuk tulang. kami bertiga memutuskan untuk duduk di sekitar ruang guru dan perpustakaan. pintu perpustakaan sekolah saat itu memiliki dua daun. akan tetapi karena dalam kondisi sedikit rusak, pintu hanya ditutup dan dikunci menggunakan rantai yg diikatkan pada dua daun pintu itu, sehingga apabila rantai ditarik, kita bisa melihat isi ruangan perpustakaan dari celah dua daun pintu tersebut.

ilustrasi pintu perpustakaan yang dikunci dengan rantai yg dililit ke dua daun pintu.

aku yang iseng menunggu hujan reda, menarik rantai itu dan mencoba melihat isi dalam perpustakaan dari celah pintu. tak ada yang berbeda, hanya saja memang jauh lebih gelap karena semua jendela sudah ditutup dengan gorden sehingga sulit cahaya untuk masuk ke dalam ruangan, selain itu hari yang hujan beserta mendung, membuat ruangan semakin gelap dan terkesan dingin.

setelah selesai mengedarkan mataku dari sudut sebelah kiri perpustakaan, mataku menatap tajam kearah tepat di depanku. beberapa jejeran meja guru. yang anehnya, mataku menangkap sesosok tubuh hitam, lebih seperti tubuh seseorang yang terselimut gelapnya ruang perpustakaan tadi. yang terlihat olehku ia nampak sedang melakukan sesuatu hal seperti menulis atau membaca, entahlah, yang jelas kepalanya sedikit tertunduk. namun tiba-tiba...

IA MENATAP KEARAHKU DENGAN MATANYA YANG MERAH MENYALA!!!

bukan!!! dia pasti bukan manusia!!! tidak mungkin ada yang tega mengunci seseorang di dalam ruangan itu!!!

aku menjerit! ke dua temanku terkejut mendengar jeritanku. dengan sedikit terbata-bata aku berkata pada mereka bahwa aku baru saja meliihat sesosok aneh bermata merah! ke dua temanku yang tidak tau apa-apa lantas ikut berteriak ketakutan. kami berlari menjauhi ruangan tersebut.

hujan masih belum juga berhenti. kami yang meringkuk ketakutan, ditemani dengan hari yang semakin senja.

***

wassalamuallaikum warrahmatullahi wabarakaatuuh 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Writing Challenge: A Special Toy Growing Up

Walaupun di beberapa posting -an sebelumnya aku selalu bilang berat menjadi anak pertama di keluarga, tapi aku tetap merasa sangat beruntung berada di dalamnya. Terutama karena almh. Mamah dan juga keluarga dari pihak mamah yang selalu menghujaniku dengan rasa kasih sayang yang luar biasa, bahkan sampai dengan sekarang.   Aku ingat cukup banyak mainan yang kupunya, seperti puzzle , mainan balok KW-annya Lego, Boneka Barbie ,  dan masih banyak lagi. Dari yang dibeli murahan di pedagang mainan asongan, di toko mainan, sampai dengan sebagai oleh-oleh dari luar kota. Masih sangat melekat diingatan waktu itu aku diajak oleh salah satu kaka sepupuku pergi ke town plaza untuk membeli mainan. Usiaku saat itu mungkin masih 4 - 5 tahun. Disitu diajaknya aku memilih mainan sendiri dan pilihan hatiku jatuh pada set mainan peraga masak-masakan. Sampai saat ini aku ingat persis warna panci mainan itu yang berwarna biru tua dilengkapi dengan stiker bergambar makanan berkuah yang banyak wort...

Writing Challenge: Reflect on a Painful Childhood Experience

Aku pernah nyaris menghilangkan nyawaku sendiri... Aku tidak sama sekali ingin menyembunyikan fakta pahit itu. Akan kuberikan sebagai pelajaran bagiku sendiri di kemudian hari. Bahwa menjadi yang pertama adalah bukan segalanya. Kembali lagi pada kenyataan yang sudah kuungkapkan di posting- an sebelumnya, bahwa menjadi anak pertama memang sesulit itu. Banyak tekanan dan banyak tuntutan. Aku yakin semua anak se-Asia merasakan hal yang sama denganku. Dulu, saat aku sangat dituntut untuk selalu mendapatkan peringkat I di sekolah. Aku selalu dituntut untuk belajar yang giat. Sangat wajar sebenarnya. Aku tetap diberi kesempatan untuk main, kok. Tapi, aku diberikan waktu yang ekstra oleh orang tuaku untuk mengenyam ilmu lagi di luar sekolah alias les.   Bahkan saat aku duduk di bangku Taman Kanak - Kanak sudah diberikan bimbingan belajar oleh orang tuaku di tempat tetangga yang kebetulan juga merupakan guru TK (bukan guru TK-ku tapi) selama dua tahun sampai dengan aku duduk di kelas I SD....

Writing Challenge: A Letter to My Younger Self

Hai, Ima Isma Fawzeya Rosida Nama yang sebenarnya sampai sekarang aku sendiri jujur tidak begitu suka. Kenapa harus memulai nama dengan huruf vokal? Huruf "I" pula! Tapi apalah yang harus disesalkan? Bukan aku juga yang memilih. Pada saat aku menuliskan ini untukmu, usia kita adalah 26 tahun! Wah, bagaimana, ya, kamu mendeskripsikan dan memvisualisasikan perempuan berusia 26 tahun kala itu? Coba nanti kasih tau aku, ya! Hai, gadis kecil berambut ikal Aku selalu suka rambut itu. Mamah juga suka rambut itu. Kita pernah sekali melakukan smoothing rambut dan itu menjadi salah satu penyesalan kita seumur hidup! Oh, iya, saat dewasa, rambut kita hampir selalu pendek. Aku sendiri tidak begitu tahan dengan rambut yang terlalu panjang, tidak seperti kamu yang mungkin menyukainya. Tapi kamu sebenarnya sadar, kan, kalau rambutmu itu susah disisir kalau panjang? But, it suits you the most and now the short one suits me the most. so, we need to respect each other decision, right? Hai, s...