Langsung ke konten utama

Writing Challenge: My Favorite Childhood Memory

kalau ditanya "apa ingatan masa kecil yang paling kamu suka?", jawabanku "terlalu banyak". karena yang aku ingat dari masa kecilku adalah aku anak yang ceria dan mudah bergaul (tidak seperti sekarang😂). mungkin aku akan menceritakan lebih dari dua ingatanku di masa kecil.

saat kecil, aku dan teman-teman suka sekali menyeburkan diri ke kolam ikan milik tetangga. terlebih saat ketika hujan tiba. ga jarang kami dimarahi oleh si empunya rumah karena terkadang saking banyaknya jumlah kami, suasana rumah beliau jadi sangat berisik dan mengganggu ketenangan.

salah satu kenangan yang paling seru menurutku adalah ketika kami main petak umpet. dari sekolah sudah janji untuk ngumpul di satu gang yang biasa jadi langganan tempat bermain. entah aku lupa juga alasannya kenapa pada akhirnya kami lebih sering main di gang itu. hampir setiap hari kami main petak umpet tanpa ada rasa bosan. setiap hari ada aja peraturan yang ditambah-tambah untuk menambah keseruan bermain. waktu main yang kayak gini yang bikin kami bisa manjat atap rumah tetangga, naik pohon ketapang yang tinggi, sampai dengan lari dari ujung ke ujung gang yang mungkin jaraknya kurang lebih 200 - 300 meter (atau justru lebih, ya? kayaknya lebih, deh😅) karena permainan ini aku pernah ga diajak ngobrol sama sahabatku karena ga sengaja bikin dia jatoh sampe luka-luka😆

ga hanya main-main, kami juga terbiasa bermain sambil berkreativitas. malah juga ga jarang mainnya kami malah menghasilkan uang. misalnya ngumpulin barang-barang bekas, mulungin botol atau kaleng bekas di jalanan buat dijual lagi ke tukang loak. atau metik jambu terus dijualin, tapi jambunya punya tetangga😆. kami berkreativitas dengan cara bangun pondok-pondokan di samping rumah dari kayu-kayu dan karung-karung bekas. awalnya cuman kecil seukuran 1 x 1,5 meter, sampai akhirnya sudah segede hunian yang bisa ditidurin 20 anak. sampai pada akhirnya pondok-pondokannya kebakar karena ada yang naro lilin nyala pas kami tinggal sholat di masjid😢

ngomong-ngomong soal masjid, kami walaupun hobi main, pendidikan agama ga ketinggalan. setiap sore setelah ashar kami menyempatkan ngaji dulu di Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) di lingkungan masjid komplek kami. bahkan saking semangatnya main ngaji, pas berangkat sekolah sudah nyiapin bawa kertas kontrol ngaji-nya, jadi pas pulang sekolah sempatkan dulu ke TPA buat naroh kartunya supaya bisa dapat giliran ngaji duluan.

kenangan di sekolah? lumayan banyak! mulai dari keseruan pas Perkemahan Sabtu Minggu (persami), berangkat les bareng ke rumah guru di komplek sebelah. ini ada cerita epic yang aku sendiri ga akan lupa. jadi, kami berlima orang berangkat dari komplek yang sama, dua di antaranya, cowok, naik motor sendiri, sementara kami yang lain, cewek, naik sepeda. entah gimana ceritanya mungkin karena sebel kali, ya, sama kami yang naik sepeda lamban banget, salah satu motor temenku ini iseng nabrakin ban motornya ke ban sepedaku. alih-alih aku yang jatoh, ini malah temenku yang bawa motor itu jatuh sama motornya yang mengakibatkan sendalnya putus dan kunci motornya bengkok😂 jadi sepanjang waktu les, temenku ini bad mood padahal biasanya paling ga bisa diam.


ah, ternyata banyak banget pada akhirnya muncul lagi ke permukaan. mungkin bisa disimpan lagi dulu aja kali, ya, untuk tulisan selanjutnya.


please, untuk aku sendiri, jangan sampe lupain ini, ya. ini memori yang berharga banget, loh💖

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Writing Challenge: A Special Toy Growing Up

Walaupun di beberapa posting -an sebelumnya aku selalu bilang berat menjadi anak pertama di keluarga, tapi aku tetap merasa sangat beruntung berada di dalamnya. Terutama karena almh. Mamah dan juga keluarga dari pihak mamah yang selalu menghujaniku dengan rasa kasih sayang yang luar biasa, bahkan sampai dengan sekarang.   Aku ingat cukup banyak mainan yang kupunya, seperti puzzle , mainan balok KW-annya Lego, Boneka Barbie ,  dan masih banyak lagi. Dari yang dibeli murahan di pedagang mainan asongan, di toko mainan, sampai dengan sebagai oleh-oleh dari luar kota. Masih sangat melekat diingatan waktu itu aku diajak oleh salah satu kaka sepupuku pergi ke town plaza untuk membeli mainan. Usiaku saat itu mungkin masih 4 - 5 tahun. Disitu diajaknya aku memilih mainan sendiri dan pilihan hatiku jatuh pada set mainan peraga masak-masakan. Sampai saat ini aku ingat persis warna panci mainan itu yang berwarna biru tua dilengkapi dengan stiker bergambar makanan berkuah yang banyak wort...

Writing Challenge: Reflect on a Painful Childhood Experience

Aku pernah nyaris menghilangkan nyawaku sendiri... Aku tidak sama sekali ingin menyembunyikan fakta pahit itu. Akan kuberikan sebagai pelajaran bagiku sendiri di kemudian hari. Bahwa menjadi yang pertama adalah bukan segalanya. Kembali lagi pada kenyataan yang sudah kuungkapkan di posting- an sebelumnya, bahwa menjadi anak pertama memang sesulit itu. Banyak tekanan dan banyak tuntutan. Aku yakin semua anak se-Asia merasakan hal yang sama denganku. Dulu, saat aku sangat dituntut untuk selalu mendapatkan peringkat I di sekolah. Aku selalu dituntut untuk belajar yang giat. Sangat wajar sebenarnya. Aku tetap diberi kesempatan untuk main, kok. Tapi, aku diberikan waktu yang ekstra oleh orang tuaku untuk mengenyam ilmu lagi di luar sekolah alias les.   Bahkan saat aku duduk di bangku Taman Kanak - Kanak sudah diberikan bimbingan belajar oleh orang tuaku di tempat tetangga yang kebetulan juga merupakan guru TK (bukan guru TK-ku tapi) selama dua tahun sampai dengan aku duduk di kelas I SD....

Writing Challenge: A Letter to My Younger Self

Hai, Ima Isma Fawzeya Rosida Nama yang sebenarnya sampai sekarang aku sendiri jujur tidak begitu suka. Kenapa harus memulai nama dengan huruf vokal? Huruf "I" pula! Tapi apalah yang harus disesalkan? Bukan aku juga yang memilih. Pada saat aku menuliskan ini untukmu, usia kita adalah 26 tahun! Wah, bagaimana, ya, kamu mendeskripsikan dan memvisualisasikan perempuan berusia 26 tahun kala itu? Coba nanti kasih tau aku, ya! Hai, gadis kecil berambut ikal Aku selalu suka rambut itu. Mamah juga suka rambut itu. Kita pernah sekali melakukan smoothing rambut dan itu menjadi salah satu penyesalan kita seumur hidup! Oh, iya, saat dewasa, rambut kita hampir selalu pendek. Aku sendiri tidak begitu tahan dengan rambut yang terlalu panjang, tidak seperti kamu yang mungkin menyukainya. Tapi kamu sebenarnya sadar, kan, kalau rambutmu itu susah disisir kalau panjang? But, it suits you the most and now the short one suits me the most. so, we need to respect each other decision, right? Hai, s...