Langsung ke konten utama

Writing Challenge: My Favorite Subjects in School

Tidak terlepas dari posting-an sebelumnya, saat aku masih kecil, ya, mungkin sampai saat ini juga, aku sangat suka belajar. Walaupun sekarang makna belajarnya sudah cukup bergeser dari yang membaca buku pelajaran, mengerjakan soal (terkadang kalau benar-benar jenuh, aku akan melakukannya), menghafal rumus matematika, membuktikan rumus fisika, menjadi cukup belajar dengan membaca artikel atau jurnal, belajar ilmu baru yang lebih spesifik, atau membedah isi buku atau artikel online

Kalau ditanya "Apa mata pelajaran favorit?", jawabannya macam-macam. Setiap tingkatan sekolah beda-beda seleranya.

Misalnya waktu SD, kayaknya aku hampir suka semuanya kecuali IPA, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Seni Budaya dan Keterampilan (SBK), Bahasa Indonesia, dan Bahasa Daerah (Dayak). Mata pelajaran favoritku sepertinya IPS dan Penjaskes, deh. Aku ingat banget, setiap ada pelajaran IPS, aku selalu membawa barang-barang yang sebenarnya ga terlalu penting seperti Atlas, Peta Dunia, RPUL (Atlas dan RPUL-ku yang mahal banget, yang ga dijual-jual bajakan pakai kertas karbon), sama buku les Primagama-ku. Kayaknya kalau disuruh bawa globe, aku bakal minta beliin sama almh. Mamah dan bawa itu ke sekolahan. Dan Penjaskes, aku selalu menjadi andalan dalam semua cabang olahraga. Lumayan kompetitif, lah, paling tidak. Apalagi waktu SD, secara postur tubuh, aku lebih seperti pemain rugby. Aku selalu jago dalam bidang atletik sampai dengan guru olahragaku mempercayaiku untuk ikut seleksi atletik antar sekolah di tingkat kabupaten. Mungkin kalian berpikir, dengan melihat aku yang sekarang, apa benar yang aku katakan ini adalah fakta? Terdengar omong kosong memang, tapi buat apa, sih, aku berbohong?

Masuk ke SMP, ternyata untuk serius di bidang non-akademik terutama cabang olahraga atletik agak kurang didukung oleh pihak sekolah. Aku merasa aku tidak ada bakat di bidang bola basket, bola voli, dan karate yang diberikan wadah oleh sekolah kala itu. Sehingga mau tidak mau aku harus beralih minat dalam tarik suara. Bukan, pada akhirnya aku tidak juga suka SBK, tapi aku suka MATEMATIKA! Bagiku, matematika yang diajarkan saat SMP adalah Matematika yang paling menyenangkan untuk dipelajari. Entah itu mungkin juga karena keberhasilan guru Matematika kami mengajarkan dan membuktikan Matematika tidak serumit itu! Dan kalian tau mata pelajaran apa yang paling tidak aku suka? Yap, IPS!Jawabannya simple, aku tidak bisa menikmati cara mengajar gurunya😂

Saat sudah SMA, jujur aku hampir tidak bisa menjawab apa mata pelajaran favorit. Kalau ditanya mana yang paling tidak membosankan jawabanku justru pelajaran Agama, sih. Walaupun aku masuk jurusan IPA, kayaknya satupun pelajaran inti dari jurusan IPA sendiri aku kurang begitu enjoy. Paling-paling ada mata pelajaran minat Rekayasa doang yang aku suka. Selebihnya, aku lebih senang kalau SMA ada jam kosong atau 'diculik' ikut acara😆


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MA STORY : BRENGSEL - SECUIL SEJARAH PENGINGGALAN KOLONIAL BELANDA DI KOTA SAMPIT

assalamuallaikum warrahmatullahi wabarakaatuuh... selamat pagi, readers sekalian! jumpa lagi di halaman blog ini dengan posting -an baru. setelah posting -an sebelumnya aku nge- review salahsatu film yang baru-baru aja aku tonton, Believer , sekarang aku mau cerita sedikit, nih, tentang salah satu peninggalan sejarah dari zaman kolonial Belanda di kota Sampit. Brengsel. memasuki semester dengan kelas desain berada pada puncaknya, menuntunku untuk lebih serius mendalami isu dari lingkungan yang akan kudesain kedepannya. tidak perlu lama mencari, aku tiba-tiba teringat dengan eks Brengsel yang pernah kudatangi saat matakuliah Sejarah dan Teori Arsitekur. hingga akhirnya, aku memutuskan pulang lagi ke rumah untuk mendapatkan informasi-informasi lebih lanjut mengenai tapak yang kupilih. sejujurnya, aku tidak akan pernah tau kalau ada sisa peninggalan berupa bangunan dari zaman kolonial Belanda di kota Sampit, kalo aja aku tidak masuk kuliah arsitektur di UB. dan, aku yak...

Writing Challenge: A Special Toy Growing Up

Walaupun di beberapa posting -an sebelumnya aku selalu bilang berat menjadi anak pertama di keluarga, tapi aku tetap merasa sangat beruntung berada di dalamnya. Terutama karena almh. Mamah dan juga keluarga dari pihak mamah yang selalu menghujaniku dengan rasa kasih sayang yang luar biasa, bahkan sampai dengan sekarang.   Aku ingat cukup banyak mainan yang kupunya, seperti puzzle , mainan balok KW-annya Lego, Boneka Barbie ,  dan masih banyak lagi. Dari yang dibeli murahan di pedagang mainan asongan, di toko mainan, sampai dengan sebagai oleh-oleh dari luar kota. Masih sangat melekat diingatan waktu itu aku diajak oleh salah satu kaka sepupuku pergi ke town plaza untuk membeli mainan. Usiaku saat itu mungkin masih 4 - 5 tahun. Disitu diajaknya aku memilih mainan sendiri dan pilihan hatiku jatuh pada set mainan peraga masak-masakan. Sampai saat ini aku ingat persis warna panci mainan itu yang berwarna biru tua dilengkapi dengan stiker bergambar makanan berkuah yang banyak wort...

Writing Challenge: Reflect on a Painful Childhood Experience

Aku pernah nyaris menghilangkan nyawaku sendiri... Aku tidak sama sekali ingin menyembunyikan fakta pahit itu. Akan kuberikan sebagai pelajaran bagiku sendiri di kemudian hari. Bahwa menjadi yang pertama adalah bukan segalanya. Kembali lagi pada kenyataan yang sudah kuungkapkan di posting- an sebelumnya, bahwa menjadi anak pertama memang sesulit itu. Banyak tekanan dan banyak tuntutan. Aku yakin semua anak se-Asia merasakan hal yang sama denganku. Dulu, saat aku sangat dituntut untuk selalu mendapatkan peringkat I di sekolah. Aku selalu dituntut untuk belajar yang giat. Sangat wajar sebenarnya. Aku tetap diberi kesempatan untuk main, kok. Tapi, aku diberikan waktu yang ekstra oleh orang tuaku untuk mengenyam ilmu lagi di luar sekolah alias les.   Bahkan saat aku duduk di bangku Taman Kanak - Kanak sudah diberikan bimbingan belajar oleh orang tuaku di tempat tetangga yang kebetulan juga merupakan guru TK (bukan guru TK-ku tapi) selama dua tahun sampai dengan aku duduk di kelas I SD....